Tips ini ditulis oleh Pak Yadi Yasin, seorang fotografer senior dan
member FN untuk dibagi dengan para pembaca semua. Karena saya sendiri
adalah penyuka landscape, maka saya rasa tulisan ini nantinya akan
sangat bermanfaat bagi saya sendiri maupun pembaca.
Mungkin tips-tips ini ada yang terkesan kuno, oldies dan kurang
“revolutionized” tapi mungkin ini adalah tips-tips dasar yang bisa
dipergunakan sepanjang masa, terutama bagi yang ingin memulai mendalami
landscape Photography.
Dari tips-tips dibawah akan juga menyinggung beberapa hal lain,
seperti Rule of Third, Hyperfocal distance, dll yang hanya dijelaskan
singkat krn bisa menjadi satu topik sendiri.
1. Maksimalkan Depth of Field (DoF)
Sebuah pendekatan konsep normal dari sebuah landscape photography
adalah “tajam dari ujung kaki sampai ke ujung horizon”. Konsep dasar
teori “oldies” ini menyatakan bahwa sebuah foto landscape selayaknya
sebanyak mungkin semua bagian dari foto adalah focus (tajam). Untuk
mendapatkan ketajaman lebar atau dgn kata lain bidang depth of focus
(DOF) yang selebar2nya, bisa menggunakan apperture (bukaan diafragma)
yang sekecil mungkin (f number besar), misalnya f14, f16, f18, f22, f32,
dst.
Tentu saja dgn semakin kecilnya apperture, berarti semakin lamanya exposure.
Karena keterbatasan lensa (yang tidak mampu mencapai f32 dan/atau
f64) atau posisi spot di mana kita berdiri tidak mendukung, sebuah
pendekatan lain bisa kita gunakan, yaitu teori hyper-focal, untuk
mendapatkan bidang fokus yang “optimal” sesuai dgn scene yang kita
hadapi. Inti dari jarak hyper-focal adalah meletakan titik focus pada
posisi yang tepat untuk mendapatkan bidang focus yg seluas-luasnya yg
dimungkinkan sehingga akan tajam dari FG hingga ke BG.
Dengan DoF lebar, akibat penggunaan f/20 dan pengaplikasian hyper-focal distance untuk menentukan focus.
2. Gunakan tripod dan cable release
Dari #1 diatas, akibat dari semakin lebarnya DOF yang berakibat
semakin lamanya exposure, dibutuhkan tripod untuk long exposure untuk
menjamin agar foto yang dihasilkan tajam. Cable release juga akan sangat
membantu. Jika kamera memiliki fasilitas untuk mirror-lock up, maka
fasilitas itu bisa juga digunakan untuk menghindari micro-shake akibat
dari hentakkan mirror saat awal.
3. Carilah Focal point atau titik focus
Titik focus disini bukanlah titik dimana focus dari kamera
diletakkan, tapi lebih merupakan titik dimana mata akan pertama kali
tertuju (eye-contact) saat melihat foto.
Hampir semua foto yang “baik” mempunyai focal point, atau titik focus
atau lebih sering secara salah kaprah disebut POI (Point of Interest).
Sebetulnya justru sebuah landscape photography membutuhkan sebuah focal
point untuk menarik mata berhenti sesaat sebelum mata mulai mengexplore
detail keseluruhan foto. Focal point tidak mesti harus menjadi POI dari
sebuah foto.
Sebuah foto yang tanpa focal point, akan membuat mata “wandering”
tanpa sempat berhenti, yang mengakibatkan kehilangan ketertarikan pada
sebah foto landscape. Sering foto seperti itu disebut datar (bland)
saja.
Focal point bisa berupa berupa bangunan (yg kecil atau unik diantara
dataran kosong), pohon (yg berdiri sendiri), batu (atau sekumpulan
batu), orang atau binatang, atau siluet bentuk yg kontrast dgn BG, dst.
Peletakan dimana focal point juga kadang sangat berpengaruh, disini aturan “oldies” Rule of Third bermain.
4. Carilah Foreground (FG)
Foreground bisa menjadi focal point bahkan menjadi POI (Point of Interest) dalam foto landscape anda.
Oleh sebab itu carilah sebuah FG yang kuat. Kadang sebuah FG yang
baik menentukan “sukses” tidaknya sebuah foto landscape, terlepas dari
bagaimanapun dasyatnya langit saat itu.
Sebuah object atau pattern di FG bisa membuat “sense of scale” dr
foto landscape kita. Apapun bisa menjadi object yg kuat di FG dari hanya
rumput… … hingga batu.
5. Pilih langit atau daratan
Langit yang berawan bergelora, apalagi pada saat sunset atau sunrise,
akan membuat foto kita menarik, tapi kita tetap harus memilih apakah
kita akan membuat foto kita sebagian besar terdiri dari langit dgn
meletakan horizon sedikit dibawah, atau sebagian besar daratan dgn
meletakkan horizon sedikit dibagian atas.
Seberapa bagus pun daratan dan langit yang kita temui/hadapi saat
memotret, membagi 2 sama bagian antara langit yang dramatis dan
daratan/FG yang menarik akan membuat foto landscape menjadi tidak focus,
krn kedua bagian tersebut sama bagusnya.
Komposisi dgn menggunakan prisip “oldies” Rule of Third akan sangat
membantu. Letakkan garis horizon, di 1/3 bagian atas kalau kita ingin
menonjolkan (emphasize) FG nya, atau letakkan horizon di 1/3 bagian
bawah, kalau kita ingin menonjolkan langitnya.
Tentu saja hukum “Rule of Third” bisa dilanggar, andai pelanggaran
itu justru memperkuat focal point dan bukan sebaliknya. Juga tidak
selalu dead center adalah jelek.
6. Carilah Garis/Lines/Pattern
Sebuah garis atau pattern bisa membuat/menjadi focal yang akan
menggiring mata untuk lebih jauh mengexplore foto landscape anda. Kadang
leading lines atau pattern tersebut bahkan bisa menjadi POI dari foto
tersebut.
Garis-garis, juga bisa memberikan sense of scale atau image depth
(kedalaman ruang). Garis atau pattern bisa berupa apa saja, deretan
pohon, bayangan, garis jalan,tangga, dst.
7. Capture moment & movement
Sebuah foto Landcsape tidak berarti kita hanya menangkap (capture)
langit, bumi atau gunung, tapi semua elemen alam, baik itu diam atau
bergerak seperti air terjun, aliran sungai, pohon2 yang bergerak,
pergerakan awan, dst, dapat menjadikan sebuah foto landscape yang
menarik.
Sebuah foto landscape tidak harus mengambarkan sebuah pemandangan
luas, seluas luasnya, tapi sebuah isolasi detail, baik object yang
statis maupun yg secara dinamis bergerak, bisa menjadi sebuah subject
dari sebuah foto landscape. Untuk itu lihat #13.
8. Bekerja sama dengan alam atau cuaca
Sebuah scene dapat dengan cepat sekali berubah. Oleh sebab itu
menentukan kapan saat terbaik untuk memotret adalah sangat penting.
Kadang kesempatan mendapat scene terbaik justru bukan pada saat cuaca
cerah langit biru, tapi justru pada saat akan hujan atau badai atau
setelah hujan atau badai, dimana langit dan awan akan sangat dramatis.
Selain kesabaran dalam “menunggu” moment, kesiapan dalam setting
peralatan dan kejelian dalam mencari object dan Focal Point seperti
awan, ROL (ray of light), pelangi, kabut, dll. 3 jam pada satu lokasi
menghasilkan ratusan shot dgn berbagai shading/shadow dan high-light
pada object yang berbeda semua.
9. Golden Hours & Blue hours
Pada normal colour landscape photography, saat terbaik biasanya
adalah saat sekitar (sebelum) matahari terbenam (sunset) atau setelah
matahari terbit (sunrise).
Golden hours adalah saat, biasanya 1-2 jam sebelum matahari terbenam
(sunset) hingga 30 menit sebelum matahari terbenam, dan 1-3 jam sejak
matahari terbit, dimana “golden light” atau sinar matahari akan membuat
warna keemasaan pada object.
Selain itu, saat golden hours juga akan membuat bayangan pada oject,
baik itu pohon, atau orang menjadi panjang dan bisa menjadi leading
lines spt yg disebutkan pada #6 diatas.
Jika kita memotret pada saat golden hours sudah lewat, atau pada saat
matahari sudah terik, biasanya hasilnya akan flat atau harsh
lightingnya krn matahari sudah jauh diatas.
Ini berlawananan dgn IR landscape photography yg tidak mengenal
golden hours, dimana saat terbaik justru pada saat tengah teriknya
matahari.
Blue hours adalah beberapa saat, biasanya hingga 20-30 menit setelah
matahari terbenam (sunset), dimana matahari sudah tebenam, tapi langit
belum gelap hitam pekat. Pada saat ini langit akan berwarna biru.
Jadi adalah kurang tepat, bahwa pada saat matahari sudah terbenam dan
langit mulai gelap (oleh mata kita), kita langsung mengemas/beres2
gear/tripod kita. Justru pada saat ini kita bisa mendapatkan sebuah
scene yang bagus dimana langit akan berwarna biru dan tidak hitam pekat.
Biasanya dgn long exposure, awan pun (walau kalau kita lihat dgn mata
telanjang sdh tidak tampak) masih akan terlihat jelas dan memberikan
texture pada langit biru.
10. Cek Horizon
Walaupun sekarang dgn mudah kesalahan ini dapat di koreksi dgn image
editor tapi saya masih berkeyakinan “get it right the first time” akan
lebih optimal.
Ada 2 hal terakhir saat sebelum kita menekan shutter:
- Apakah horizonya sudah lurus, ada beberapa cara untuk bisa mendapatkan horion lurus saat eksekusi di lapangan, lihat #12
- Apakah horizon sdh di komposisikan dgn baik, lihat #5 untuk pengaplikasian Rule of third.
Peraturan/rule kadang dibuat untuk dilangar, tapi jika scene
yang akan kita buat tidak cukup kuat (strong) elementnya, biasanya Rule
of Third akan sangat membantu membuat komposisi menjadi lebih baik.
Memang dgn croping nantinya di software pengolah gambar, kita bisa
memperbaikinya. Tapi kalau tidak dgn terpaksa, lebih baik pada saat
eksekusi kita sudah menempatkan horizon pada posisi yang sebaiknya.
11. Ubah sudut pandang/angle/view anda
Kadang kita terpaku dgn sudut pandang atau angle yang umum kita
lakukan, atau mungkin kalau kita mengunjungi suatu tempat yang sering
kita lihat fotonya baik itu dimajalah atau website seperti di FN ini,
kita menjadi “latah” dan memotret dgn angle yang sama.
Banyak cara untuk mendapatkan fresh point of view. Tidak selamanya
“eye-level angle” (posisi normal saat kita berdiri) dalam memotret itu
yang terbaik. Coba dgn high-angle (kamera diangkat diatas kepala),
waist-level angle, low level, dst, coba berbagai format horizontal
dan/atau vertikal.
Atau mencoba mencari spot atau titik berdiri yang berbeda atau tempat
yang berbeda, misalnya dari atas pohon (ada memang fotografer senior
yang saya kenal yang senang memanjat pohon untuk utk mendapatkan view yg
berbeda, dan hasilnya memang berbeda dan unik), atau mencoba berdiri
lebih ketepi jurang, atau bahkan tiduran ditanah… tentu saja dgn lebih
mengutamakan keselamatan anda sendiri sbg faktor yang lebih utama dan
menghitung resiko yang mungkin didapatkan.
Satu hal yang harus dipahami, mencoba dengan sudut pandang yang
berbeda tidak selalu otomatis gambar kita akan lebih bagus atau lebih
baik, tapi begitu sekali anda mendapatkan yang lebih bagus, dijamin
pasti berbeda dgn yang lain.
Dengan sering ber-experimen dgn berbagai angle, lama-kelamaan insting
anda akan terlatih saat berada di lapangan untuk mendapatkan tidak
hanya angle yang bagus, tapi juga berbeda.
Jangan memotret berulang2 pada satu titik/spot. Cobalah untuk
bergeser beberapa meter kesamping atau kedepan, atau bahkan berjalan
jauh.
Juga sesekali coba untuk menoleh kebelakang untuk melihat, kadang bisa mendapatkan angle yang menarik dan berbeda.
3-5 exposure/jepretan pada satu titik dan “move on, change spot,
change orientation (landscape <-> portrait), look back, change
lenses”.->
Terutama jika anda sering travelling, baik itu ke tempat yang sudah
umum atau ke tempat yang jarang di kunjungi fotografer. Ada kalanya kita
ada pada suatu spot dimana foto dari lokasi itu sudah merupakan lokasi
“sejuta umat” dimana ratusan bahkan ribuan fotografer pernah memotret di
spot yg sama dan menghasilkan foto yang mirip atau beda-beda tipis.
Gunakan foto-foto yang sering anda lihat tersebut sebagai referensi,
pelajari dan aplikasikan tekniknya dan coba menemukan sesuatu yang
berbeda. Make a difference.
12. Pergunakan peralatan bantu
Penggunaan beberapa peralatan bantu dibawah akan sangat membantu untuk mendapatkan foto landscape yang lebih baik.
- CPL filter
- ND filter
- Graduated ND filter, lihat disitu ttg Graduated Natural Density (Grad ND): What, How, & When
- Graduated color filter
- Bubble level jika tdk ada grid pada view finder atau gunakan
focusing screen dgn grid, sangat membantu untuk mencapai levelnya
horizon.
Memang dgn semakin mudahnya penggunaan software dan semakin
canggihnya feature software pengolah gambar untuk memperbaiki/koreksi
kesalahan pada saat eksekusi yang bisa mengatasi kesalahan exposure atau
kemiringan horizon, penggunaan alat2 tersebut diatas kadang terasa
kurang diperlukan, tapi umumnya “get it right the first time” akan bisa
menghasilkan foto yang lebih baik dan natural, dibandingkan kalau foto
itu harus dipermak habis-habisan nanti hanya agar bisa tampak “baik”.
Jika sudah melakukan segalanya dgn baik dan benar, akan lebih terbuka
luas lagi kemungkinannya untuk mengolahnya dgn lebih sempurna nantinya.
13. Lensa yang dipergunakan
Kadang sering ada asumsi bahwa sebuah foto landscape itu harus
menggunakan lensa yang selebar mungkin. Tapi dalam membuat sebuah foto
landscape, semua lensa dapat dipergunakan, dari lensa super wide (14mm,
16mm, dst), wide (20mm – 35m), medium, (50mm – 85mm), hingga tele/super
tele (100mm – 600mm). Semua range lensa bisa dan dapat dipergunakan.
Semua itu tergantung atas kebutuhan dan scene yang kita hadapi. Lensa
wide/super wide kadang dibutuhkan jika kita ingin merangkum sebuah
scene seluas-luasnya dgn memasukan object yang banyak atau yang
berjauhan atau ingin mendapatkan perspektif yg unik.Tapi kadang sebuah
tele bisa digunakan untuk mengisolasi scene sehingga lebih un-cluttered,
simple dan focus.
Jika tiba pada suatu lokasi/spot, usahakan mencoba dgn semua lensa
yang anda bawa. Jangan terpaku pada satu lensa dan memotret
berulang-ulang.
Kadang diperlukan kejelian, untuk melihat dan mencari suatu bentuk
unik atau pattern dari luasnya sebuah scene landscape, sehingga kita
dapat meng-isolasi dgn menggunakan lensa yang tepat. Hanya dengan sering
memotret dan menghadapi berbagai scene di berbagai kondisi yang dapat
mengasah insting anda, baik itu object apa yang harus dicari ataupun
lensa apa yg harus dipergunakan.
Penggunaan lensa yg tidak standard seperti fish-eye (baik itu yang
diagonal maupun yang full-circular) bisa juga mendapatkan view yang
menarik, tentu dgn pengunaan pada saat yang tepat. Tidak selalu
penggunaan fish-eye menghasilkan foto yg “bagus” walau memang berbeda.
14. Persiapkan diri dan sesuaikan peralatan
Walau ini tidak berhubungan langsung, tapi kadang sangat menentukan.
Sering kali kita membutuhkan research atau tanya dulu kiri kanan, baik
itu dgn googling atau bertanya dgn fotografer yang sudah pernah kesana
ke satu lokasi sebelumnya, terutama jika mengunjungi tempat yang berbeda
jauh iklim maupun cuacanya, krn itu akan menentukan kesiapan kita baik
fisik maupun peralatan yang harus dibawa, baik itu peralatan fotografi
maupun peralatan penunjang.
Cek ulang dan test semua camera dan lensa yang akan dibawa. Akan
lebih baik kalau semua perlataan yang akan dibawa dalam keadaan bersih,
baik itu lensanya, filter2 maupun kamera (sensor) nya.
Membawa semua lensa yang kita punya kadang tidak bijaksana. Mungkin
suatu trip hanya membutuhkan satu atau dua lensa saja, atau justru
membutuhkan lebih dr itu krn kita sudah mempunyai gambaran atau
informasi atau trip tersebut merupakan pengulangan trip yg sudah pernah
dilakukan.
Mengetahui alam dan lingkungan dan adat (jika ada penduduknya) dari lokasi pemotretan juga akan sangat membantu.
Bahkan kadang dgn membawa peta (atau mungkin GPS) akan membantu kita
menemukan suatu tempat atau spot, khususnya bila kita hunting di daerah
ayng tidak ketahui atau lokasi yang kita tidak hapal.
Kesiapan diri dan peralatan akan menentukan apakah photo trip kita berhasil atau tidak.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah melindung seluruh peralatan
yang anda bawa selama photo trip/hunting, baik itu hanya day-trip,
overnight trip atau trip berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Sebelum berangkat, pastikan anda memilki check-list perlaatan apa
saja yg anda bawa. Catat juga semua model dan serial numbernya.
sumber Lombok landscapers